KORANPUBLIKA.CO.ID|Jakarta,– INDEF atau Institute for Development of Economics and Finance mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk menghentikan sementara Program Makan Bergizi Gratis (MBG) guna dilakukan evaluasi menyeluruh. Meski baru berjalan delapan bulan, program ini dinilai telah menimbulkan berbagai persoalan serius, termasuk ribuan kasus keracunan makanan di kalangan siswa, Senin(8/9/2025).
Kepala Pusat Ekonomi Digital dan UMKM INDEF, Izzudin Al Farras, mengungkapkan bahwa hingga 28 Agustus 2025, program MBG telah menjangkau 23 juta penerima manfaat. Namun, lebih dari 4.000 kasus keracunan tercatat tanpa tindak lanjut evaluatif yang memadai.
“Kami menilai program MBG ini harus dihentikan sementara untuk adanya evaluasi total pelaksanaan di seluruh Indonesia,” ujar Izzudin dalam diskusi daring bertajuk Menakar RAPBN 2026: Arah Kebijakan UMKM, Koperasi dan Ekonomi Digital.
Kritik juga diarahkan pada rencana pemerintah yang akan mengalokasikan anggaran sebesar Rp335–360 triliun dalam RAPBN 2026 untuk perluasan program MBG. Menurut ekonom INDEF, Aviliani, program ini belum berhasil memberdayakan pelaku UMKM karena persyaratan yang dinilai terlalu berat. “Kalau MBG bisa berdampak pada UMKM, itu akan meningkatkan pendapatan mereka. Tapi syarat harus punya dapur dan tenaga pengolah membuat UMKM sulit ikut serta,” jelasnya.
Menanggapi kritik tersebut, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, membantah bahwa anggaran MBG hanya menjadi beban negara. Ia menjelaskan bahwa 75% dari anggaran 2026 akan difokuskan pada intervensi gizi bagi ibu hamil, menyusui, balita, serta siswa PAUD hingga SMA. Sisanya digunakan untuk manajemen dan digitalisasi operasional.
Dadan juga menyebut bahwa hingga Agustus 2025 telah berdiri 5.905 dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang melayani 20,5 juta penerima manfaat. Pembangunan dapur ini melibatkan investasi swasta dan masyarakat senilai Rp12 triliun, dengan proyeksi perputaran ekonomi mencapai Rp50 triliun.
Meski pemerintah terus mendorong percepatan dan perluasan program, INDEF menegaskan bahwa transparansi, efektivitas, dan dampak nyata terhadap masyarakat serta pelaku UMKM harus menjadi prioritas utama sebelum anggaran besar kembali digelontorkan.
















