Scroll ke Bawah Membaca Artikel
325×300
DaerahEkonomiKesehatanNasionalNewsRagam

Kolaborasi Multipihak untuk Kesehatan Mata: Indonesia Canangkan SPECS 2030 di Hari Penglihatan Sedunia

1029
×

Kolaborasi Multipihak untuk Kesehatan Mata: Indonesia Canangkan SPECS 2030 di Hari Penglihatan Sedunia

Sebarkan artikel ini
Pemerintah Indonesia bersama pemangku kepentingan utama menandatangani deklarasi bersejarah untuk memperluas akses layanan kesehatan mata dan kacamata yang terjangkau.

KORANPUBLIKA.CO.ID|Bandung,- Pemerintah Indonesia bersama pemangku kepentingan utama menandatangani deklarasi bersejarah untuk memperluas akses layanan kesehatan mata dan kacamata yang terjangkau. Langkah ini sekaligus menandai bergabungnya Indonesia dalam WHO SPECS 2030, sebuah inisiatif global untuk memastikan setiap orang yang membutuhkan koreksi penglihatan mendapatkan layanan berkualitas, terjangkau, dan berpusat pada masyarakat, Kamis(9/10/2025).

Secara global, 2 dari 3 orang yang membutuhkan kacamata belum mendapatkannya, terutama di negara berpenghasilan rendah. Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023, sekitar 6 dari 100 penduduk berusia diatas 1 tahun mengalami disabilitas penglihatan, sedangkan penggunaan alat bantu penglihatan mencakup sekitar 12 dari 100 orang berusia diatas 1 tahun dengan gangguan penglihatan.

Scroll ke Bawah Terus Membaca Artikel
Example 300x600
Advertorial

Di Indonesia, survei Rapid Assessment on Avoidable Blindness tahun 2016 memperkirakan sekitar 8 juta penduduk usia 50 tahun ke atas mengalami gangguan penglihatan, dengan katarak dan kelainan refraksi sebagai penyebab utama. Diestimasikan 2 dari 100 penduduk berusia diatas 50 tahun mengalami kebutaan akibat katarak.

Sementara itu, kelainan refraksi merupakan penyebab utama gangguan penglihatan pada seluruh kelompok usia. Studi menunjukkan 10% – 40% anak usia sekolah mengalami gangguan refraksi. Angka ini semakin meningkat seiring pertambahan usia, sehingga upaya deteksi dini dan promotif serta edukasi kesehatan mata perlu diperkuat.

“Penglihatan merupakan hal mendasar bagi pembangunan dan martabat manusia,” kata dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid., Direktur Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan RI. “Melalui komitmen ini, kami mendukung peningkatan akses layanan kesehatan mata yang adil dan terjangkau bagi seluruh rakyat Indonesia sebagai bagian dari Peta Jalan Upaya Kesehatan Penglihatan 2025-2030.”

Komitmen ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang menegaskan tanggung jawab pemerintah dalam menyediakan layanan kesehatan mata yang aman, bermutu, dan terjangkau. Melalui pendekatan Perawatan Mata Terpadu yang Berpusat pada Masyarakat, Indonesia menargetkan peningkatan skrining dini dan perluasan akses alat bantu penglihatan sesuai Peta Jalan Upaya Kesehatan Penglihatan 2025–2030.
Langkah strategis yang ditempuh antara lain pelayanan skrining penglihatan melalui program Cek Kesehatan Gratis, pengembangan layanan kesehatan mata terintegrasi atau Vision Centre di layanan primer, penerapan tele-oftalmologi untuk menjangkau wilayah terpencil, penguatan tenaga kesehatan dan fasilitas, serta peningkatan literasi publik tentang pentingnya pemeriksaan mata rutin.

“Seluruh masyarakat Indonesia berhak memperoleh layanan Cek Kesehatan Gratis di Puskesmas, yang mencakup skrining penglihatan secara berkala satu tahun sekali. Hingga saat ini sekitar 8,9 juta penduduk berusia di atas 7 tahun yang memperoleh skrining penglihatan di Puskesmas, dimana 1,6 juta orang diantaranya diketahui mengalami gangguan penglihatan”, ujar Direktur Penyakit Tidak Menular lebih lanjut.
“Dengan menangani gangguan refraksi secara menyeluruh, Indonesia sedang mengatasi hambatan pembangunan manusia,” ujar Dr. N. Paranietharan, Perwakilan WHO untuk Indonesia. “Inisiatif ini menggabungkan peningkatan layanan dengan reformasi sistemik dan keterlibatan multipihak, sehingga menjadi model bagi negara-negara lain. WHO siap mendukung Indonesia dalam mencapai cakupan kesehatan mata universal pada 2030.”

Kolaborasi multipihak ini melibatkan pemerintah, organisasi masyarakat sipil, profesi medis, kelompok disabilitas, lembaga pembangunan, dan mitra swasta. Fokus utamanya adalah menyelaraskan kebijakan, memperluas layanan, dan memastikan kelompok rentan memperoleh manfaat setara.

Direktur Utama RS Mata Cicendo, Dr. dr. Antonia Kartika, SpM(K), M.Kes menyampaikan bahwa gangguan penglihatan dan kebutaan masih menjadi tantangan besar di Indonesia.

Berdasarkan data Rapid Assessment of Avoidable Blindness (RAAB) 2014-2016, angka kebutaan di Indonesia masih berada di angka 3 persen, tertinggi di kawasan Asia Tenggara.

Salah satu penyebab utamanya adalah kelainan refraksi yang tidak terkoreksi. Kondisi ini bisa dialami semua usia dan berdampak besar pada produktivitas, terutama pada anak-anak karena dapat mengganggu proses belajar mereka. Pemerintah telah menyusun Peta Jalan Upaya Kesehatan Penglihatan 2025-2030 sebagai strategi nasional. Langkah ini menjadi dasar bagi perluasan layanan refraksi dan pemerataan akses terhadap alat bantu penglihatan seperti kacamata, dengan dukungan kolaborasi lintas sektor. Melalui Indonesia SPECS 2030, pemerintah
berupaya memperkecil kesenjangan itu lewat kolaborasi berbagai sektor.

Dampak nyata dari kolaborasi ini diharapkan mencakup peningkatan prestasi belajar, turunnya angka putus sekolah, meningkatnya produktivitas pekerja, berkurangnya cedera dan kecelakaan, serta terjaganya kemandirian lansia. Masyarakat di daerah terpencil pun akan semakin mudah mendapatkan layanan kesehatan mata berkualitas melalui skrining bergerak dan teknologi telemedicine.

Komitmen kolaborasi ini dicanangkan bertepatan dengan Hari Penglihatan Sedunia (World Sight Day) hari Kamis, 9
Oktober 2025 dalam Aksi Kolaborasi Implementasi Peta Jalan Upaya Kesehatan Penglihatan Tahun 2025 – 2030 di Rumah Sakit Mata Cicendo, Bandung

example 325×300